DEPOK — FISIP UI tidak hanya kental dengan kegiatan akademiknya. Namun kampus jingga juga menjadi tempat buat mahasiswa-mahasiswanya berekspresi melalui gaya berpakaian.
Satu semester terakhir, mahasiswa kembali ke kampus Universitas Indonesia untuk berkegiatan secara luring setelah berkutat dengan aktivitas daring selama dua tahun ke belakang.
Hal ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengekspresikan dirinya dengan lebih leluasa, termasuk melalui gaya fesyen masing-masing. Sehari-hari, sejumlah mahasiswa tampak mengenakan pakaian unik untuk berkegiatan di kampus, seperti berkain batik, turban, dan sepatu chunky.
Pemandangan tersebut sepertinya cukup berbeda dengan fakultas-fakultas lain yang biasanya hanya menggunakan kemeja dan celana kain.
Praktek berkebaya dan berkain
Oliv Yolanda yang biasa dipanggil Oliv, adalah salah satu mahasiswa FISIP UI yang senantiasa memakai kebaya ke kampus. Awalnya, ia melakukannya karena memiliki janji bersama temannya untuk menggunakan kebaya selama minggu pertama berkuliah. Namun, lambat laun gaya berpakaiannya melekat pada dirinya dan ia pun menjadi setia memakai kebaya saat ke kampus setiap harinya.
Hari-hari Oliv dimulai dengan mencocokkan kebaya dan kain batik yang ia akan gunakan pada hari itu. Ia menyebutkan bahwa pandemi selama 2 tahun mengurangi kesempatan baginya untuk mengekspresikan diri, sehingga kesempatan kuliah secara luring ia pakai betul-betul untuk bergaya sesuka hati saat ke kampus.
“Gaya berpakaian gue adalah warna-warni atas selebrasi hari itu. Gue merasa bahwa hidup itu terlalu berwarna untuk hanya memakai baju hitam dan putih. Jadi, dressing up itu sebagai salah satu bentuk ekspresi gue,” tutur Oliv ketika ditanyakan tentang apa yang menjadi kekhasan gaya berpakaiannya.
Dia juga membeberkan, lingkungan sosial FISIP UI mendukungnya untuk berkebaya ke kampus. Ia kerap kali mendapatkan pujian dari teman atas gaya berpakaiannya. Oliv pun tak sendiri. Sejumlah mahasiswa FISIP UI turut serta berkebaya dan berkain saat ke kampus.
Oliv juga menyebutkan dukungan juga datang dari para dosen. “Ada beberapa dosen yang mendukung dengan meng-share pas pertama kali aku pakai kebaya ke kampus,” kata dia.
Perspektif Dosen
Dewi Chandra Kirana, dosen tetap di Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP UI mengatakan mahasiswa-mahasiswa FISIP UI selalu memiliki gaya berpakaian yang ekspresif, kasual, dan informal saat berkuliah. Perkembangan gaya ini tidaklah lepas dari sikap dosen di FISIP UI.
“Sebenarnya yang saya nilai di kelas tidak ada hubungannya sama busana. Meskipun demikian, institusi kami memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk berbusana rapi dan bersih,” katanya.
Sikap tersebut yang turut mengembangkan gaya berpakaian mahasiswa di FISIP UI. Chandra menyebutkan bahwa saat ia masih berkuliah di era 1990-an, mahasiswa kerap kali mengikuti gaya berpakaian yang terpampang di majalah.
Laki-laki misalnya, identik dengan rambut gondrong, t-shirt yang dimasukkan ke dalam jeans, dan sepatu kets. Menurut dosen yang biasa disapa Kicky itu, penampilan demikian sudah termasuk rapi untuk mahasiswa pada zamannya.
Namun, dengan maraknya media sosial di kalangan mahasiswa, identitas pakaian mahasiswa angkatan-angkatan terkini berkembang. Terlihat dari praktek berkain semakin menjamur dengan adanya kampanye dari Berkain Bersama dari Swara Gembira.
Di sisi lain, melejitnya praktek thrifting di Pasar Baru dan Pasar Senen memberikan mahasiswa akses ke baju-baju yang beragam untuk harga yang lebih murah. Alhasil, menurut Kicky gaya berpakaian pun kian berwarna-warni.
(Arrumy Fadel)